Tittle    :  Daffodil, Chocolate Miel

Author :  Die-Ah

———————————————————————————-

Dafodil Chocolate Miel

Daffodil. Bunga yang tumbuh pada musim semi.

Chocolate Miel. Coklat dengan campuran madu yang manis.

Bisakah kau merasakan keajaibannya?

*****

             Dilorong yang sepi di sudut kota Seoul, terlihat gadis berseragam sekolah tengah berlari tak tentu arah diikuti tiga orang pria yang terus mengejarnya. Gadis itu hampir kehabisan nafas karena berlari, namun ia memaksakan kaki mungilnya untuk terus menghindar dari ketiga pria berbadan kekar itu.

Karena ia tak tahu kemana ia berlari, kini ia terjebak di sebuah ujung jalan buntu. Langit sudah menurunkan suryanya sehingga suasana saat ini menjadi remang. Gadis itu berbalik dan mundur perlahan-lahan mencoba menggertak, namun nihil karena pada akhirnya ia tertahan di sebuah dinding setinggi 3 meter.

“Sial!” umpatnya kesal, “Ya! Mau apa kalian?!” Gertaknya sambil terengah-engah. Ia mencoba mengatur nafasnya yang memburu. Tas yang menempel dipunggungnya kini sudah merosot turun. Tubuhnya sepertinya tak mampu menopang beban tas yang tidak seberapa berat itu.

“Ayolah nona, mau sampai kapan berlari?” Kata pria berambut pirang.

“Bukankah kau si ‘Gadis Setan Merah’ itu?” Pria disampingnya ikut menyahut, “Aku hampir tak mengenalimu karena penampilanmu berbeda. Kau banyak berubah ternyata.” Ia menilai gadis didepannya itu dari atas hingga bawah.

Gadis itu hanya menatap tajam ketiga pria dihadapannya. Ia lebih memilih pergi dari tempat itu daripada melayani mereka tapi sialnya dinding dibelakangnya menghalanginya untuk kabur.

Tidak ada pilihan lain. Gadis itu menghirup nafas dalam-dalam. Pria berambut pirang itu mendekatinya sebelum akhirnya….

“HIYAAT!!!!”

Bukk! Bakk! Bukk!

Puk!

Gadis itu menepuk-nepuk rok selututnya dan merapikan seragamnya. Dilihatnya kembali tiga orang pria yang sudah terkapar ditanah dengan lebam biru diwajah.

“Jangan coba-coba membangunkan setan merah yang sedang tidur, mengerti?!”

Ketiga pria itu mengangguk takut lalu secepat kilat berlari menjauh. Gadis itu memegang pipinya. Terasa nyeri. Dirasanya ada sepasang mata yang melihatnya. Ia menolehkan pandangannya kearah kanan dan benar saja, sebuah bayangan seseorang yang secepat kilat bersembunyi dan menghilang.

Lututnya seketika lemas. Kini ia merasa sangat takut.

*****

            Ji-Kyung menghempaskan tubuhnya ke ranjang. Ia kembali memegang pipinya yang ia yakini sekarang pasti membiru. Hari ini benar-benar buruk. Nilai ulangannya rendah, dia juga harus bertemu musuh lamanya dan memunculkan kembali sifat yang selama ini ia telah kubur dalam-dalam.

Sialnya lagi, saat itu seseorang tak dikenal melihatnya berkelahi dengan memakai seragam sekolah dan memukul habis tiga orang pria sekaligus.

Ini semua karena pria itu. Karena pria itu ia harus mengubah imej nya. Karena pria itu ia harus belajar menjadi seorang gadis yang anggun dan manis. Pria itu benar-benar telah mengubahnya. Lee Jae Jin.

Tapi apa yang ia dapat? Jae Jin bahkan tidak meliriknya sedikitpun. Apa ia kurang manis? Ji-Kyung tersenyum miris. Air matanya mendesak untuk keluar. Tidak, ia tidak boleh menangis lagi. Ini belum terlambat.

Ji-Kyung mengusap matanya sebelum cairan bening itu keluar mencemari pipinya. Ia lalu bangkit megambil cermin dan selembar plaster.

“Ini pertama kalinya ia berhasil memukulku.” Gumamnya menatap cermin sambil menempelkan plaster itu diwajah.

Dia, Kim Ji-Kyung. Seorang gadis tomboy yang dijuluki ‘Gadis Setan Merah’ oleh para berandal jalanan. Ia tidak peduli dengan julukan seperti itu dan menganggap nama itu adalah sebuah gelar baginya. Mungkin dikarenakan ia satu-satunya preman wanita yang mampu mengalahkan para berandal dan preman-preman lainnya dijalan.

Sejak kecil Ji-Kyung hanya tinggal bersama tetangganya. Teman masa kecilnya. Kedua orangtuanya telah bercerai saat ia berumur 5 tahun. Dan saat sudah memasuki sekolah menengah, ia memutuskan tinggal sendiri disebuah apartment kecil di daerah Gwangju.

Merasa kesepian, tidak mempunyai teman yang bisa diajak berbagi cerita, maka ia hanya bisa melampiaskan segala kesedihan dan kemarahannya pada berandal-berandal yang suka mengganggu orang-orang dijalan. Dengan berbekal kemampuan karate yang lumayan baik, ia bisa dengan mudah melumpuhkan lawan-lawannya dalam waktu singkat.

Tapi mungkin semuanya telah berubah saat ia baru memasuki jenjang SMA. Ia bertemu dengan banyak teman dan juga dengan pria itu. Lee Jae Jin.

Dengan bersusah payah ia mengubah dirinya menjadi gadis anggun dan manis. Membuang semua sifat-sifat tomboy nya dan menguburnya dalam-dalam demi mendapat perhatian dari seorang Lee Jae Jin.

“Lihat! Jae Jin terlihat mengobrol dengan seorang wanita!”

“Iya! Pantas saja, wanita itu sangat cantik dan manis persis seperti tipe kesukaan Jae Jin.”

Mencari informasi tentang apa yang disukai pria itu telah menjadi kebiasaan sehari-hari bagi Ji-Kyung. Tak disangka hari ini ia harus membangkitkan kembali jiwa setan yang selama setahun lebih telah ia buang. Ini semua karena ia bertemu kembali dengan berandal yang sempat ia kalahkan dulu pada saat taruhan memperebutkan daerah kekuasaan.

Lucu memang. Seorang Kim Ji-Kyung si gadis setan merah rela berubah menjadi anggun demi seorang pria yang bahkan meliriknya pun tidak. Apa dia sedang jatuh cinta?

“Cinta?” Ji-Kyung kembali menggumam, “Bodoh!”

*****

            Seorang gadis dengan rambut ikal yang digerai indah dengan pita berwarna merah jambu yang terselip cantik diantara rambutnya. Sepasang anting berkilau terjuntai anggun ditelinganya. Ia tengah berjalan memasuki kelas dengan senyum yang selalu tergambar diwajah cantiknya. Sesekali ia menyapa pria yang mengucapkan selamat pagi kepadanya. Palsu. Semua ini palsu!

“Kim Ji-Kyung!” Gadis bernama Ji-Kyung itu menoleh dan mendapati Hyun-Hee—temannya—berlari kecil kearahnya.

Igo (Ini).” Hyun-Hee menyerahkan sebuket kecil bunga pada Ji-Kyung.

“Bunga ini lagi?”

“Eo, aku mendapatkannya di depan loker mu tadi pagi-pagi sekali,” Ucap Hyun-Hee, satu-satunya teman yang mengetahui diri Ji-Kyung yang sebenarnya.

Akhir-akhir ini Ji-Kyung selalu saja mendapat kiriman bunga dari seseorang tak dikenal. Entah itu di depan pintu apartment nya, di bangku kelas, atau menempel di depan lokernya seperti yang terjadi barusan. Dan yang membingungkan bunga itu bersenis sama. Daffodil. Bunga berwarna kuning terang yang hanya tumbuh di musim semi seperti sekarang.

Satu hal yang sangat diketahui Ji-Kyung, si pengirim misterius itu selalu mengirim bunga berjenis sama ini setiap hari Rabu pada pagi buta. Kenapa ia selalu memberikan bunga yang sama pada hari yang sama? Seingat Ji-Kyung, ia tidak pernah menyukai bunga seperti itu. Dan lagi pada hari itu tidak ada yang sepesial.

“Ku buang saja.”

“Jangan!” Cegah Hyun-Hee cepat saat Ji-Kyung hendak melempar bunga itu tepat ke tong sampah di sudut kelas.

“Wae? Kau mau memilikinya? Ambil saja kalau begitu.”

“Aish~ bukan begitu,” Hyun-Hee memutar bola matanya kesal, “Kau tau apa arti bunga itu?”

Ji-Kyung menatap Hyun-Hee penasaran. Sepertinya ia cukup tertarik mendengar penjelasan mengenai bunga berwarna kuning terang ini.

“Orang-orang menyebut bunga itu sebagai bunga penyemangat..,” Hyun-Hee mulai menjelaskan.

“Bukan penyemangat dalam hal bertanding atau semacamnya,” Tegas Hyun-Hee lagi saat ia tau apa yang sedang dipikirkan Ji-Kyung tentang kata ‘penyemangat’.

“Kau tau kan bunga ini hanya tumbuh pada musim semi? Itu sama artinya dengan membuka semangat yang baru. Maksudku lupakan masa lalu dan semangatlah kembali.”

*****

            Doyoon duduk bersender pada sebuah batang pohon besar sambil memperhatikan seorang gadis. Cantik, pikirnya. Berapa kali ia sudah memuji gadis itu. Walau ia tau penampilan gadis itu terkesan dipaksakan namun tetap terlihat cantik dimatanya.

“Sedang apa?” Tanya suara dari balik pohon.

“Tidak ada.” Doyoon tetap fokus ada kegiatannya memperharikan gadis itu.

“Bohong. Aku bisa lihat dari matamu.” Kini orang itu ikut duduk disamping Doyoon dan mengikuti arah pandangnya.

“Baiklah, aku hanya menjalankan hobiku seperti biasa.” Doyoon menoleh, “Bagaimana, sudah kau pesankan untukku?”

“Tentu saja. Kau bisa mengambilnya nanti sepulang sekolah.”

“Terima kasih Minki-ya.”

*****

            Ji-Kyung memperhatikan sekotak bunga dihadapannya. Sebagian besar bunga itu telah kering karena terlalu lama disimpan. Ia kemudian memasukkan bunga yang baru saja ia dapatkan tadi disekolah kedalam kotak itu. Lihat, bunga-bunga ini semua pemberian orang misterius itu. Dan entah mengapa ia tidak bisa membuangnya begitu saja. Ditambah lagi perkataan Hyun-Hee tadi pagi yang membuatnya berpikir ulang untuk membuangnya.

“Kau tau kan bunga ini hanya tumbuh pada musim semi? Itu sama artinya dengan membuka semangat yang baru. Maksudku lupakan masa lalu dan semangatlah kembali.”

Buka semangat baru? Apa mungkin itu artinya ia harus melupakan Jae Jin dan hidup seperti biasa kembali? Hidup seperti saat ia berada disekolah menengah? Jawabannya tidak. Masalahnya adalah mungkinkah jika ia menjadi Ji-Kyung si Gadis Setan Merah maka ia bisa beteman seperti biasa? Berbagi cerita seperti biasa? Dan menyukai orang layaknya gadis biasa yang sedang jatuh cinta?

Kruyuukk~

Suara yang sudah tak asing lagi. Ji-Kyung memegangi perutnya lalu melirik jam kecil yang bertengger manis di meja disampingnya.

“Pantas saja aku lapar, ini sudah waktunya makan malam.”

Ji-Kyung segera membereskan kotak itu lalu menyambar hoodie nya yang menggantung di dekat pintu dan memakai sepatu lalu melenggang keluar untuk mengisi perut.

———-

Ji-Kyung bersenandung riang sambil menjinjing beberapa belanjaan. Ia sekarang sedang menuju pulang, tak sabar untuk mengisi perutnya yang sudah berteriak-teriak dari tadi.

Plok!

Sebuah lemparan batu nyaris mengenai pelipisnya. Ia menoleh dan mendapati tiga orang pria yang beberapa hari lalu dikalahkannya. Tidak, kali ini bukan hanya tiga orang melainkan lima orang. Salah satunya seorang wanita yang kira-kira seumur dengannya. Tunggu! Sepertinya ia mengenal wanita itu.

“Hye-Jin..” Desis Ji-Kyung. Ya, dia ingat sekarang. Wanita itu adalah Kang Hye-Jin. Gadis yang suka mencari perkara dengannya di sekolah. Entah sudah kali keberapanya Ji-Kyung di hadang oleh wanita sialan itu. Dan ancaman wanita itu selalu sama, ‘Jangan coba-coba mendekati Jae Jin!’. Cih!

Ji-Kyung memandang mereka tidak suka. Kenapa orang-orang ini belum jera juga dan selalu merecoki hidupnya?

“Wah wah, bertemu lagi denganmu setan merah.” Kata Hye-Jin yang diyakini Ji-Kyung adalah ketua mereka.

“Aku tidak punya waktu dengan kalian.” Ucap Ji-Kyung lalu melenggang pergi. Tapi bahunya ditarik paksa oleh wanita itu hingga ia berbalik dan kembali menghadapkan wajahnya pada Hye-Jin.

“Aku belum selesai denganmu nona!” Tiba-tiba saja sebuah kepalan tangan nyaris mengenai pipi Ji-Kyung namun untung segera ditepisnya.

Ji-Kyung dengan lihai menghindari serangan bertubi-tubi dari keempat pria itu. Tangannya dengan sigap memukul mereka satu persatu sedangkan Hye-Jin hanya memandang pemandangan itu tak suka. Saat dirasanya ia akan menang, tiba-tiba ia kembali melihat bayangan seseorang dibalik dinding tak jauh dari tempatnya berada.

Sial! Batinnya kesal. Ia lalu bergegas kabur namun lagi-lagi usahanya gagal karena tangannya ditarik paksa oleh pria berambut pirang hingga ia terjungkal kebelakang dan membentur dinding yang keras. Bisa ia lihat bayangan itu semakin mendekat bertepatan saat sebuah pukulan tepat mengenai pipinya.

“Hei! Jangan hanya berani pada seorang gadis lemah!” Derap langkah beberapa orang langsung bergema dan salah seorang mendekati Ji-Kyung yang sudah tersungkur lemah ditanah.

Sial! Kalau saja orang-orang itu tidak datang, Ji-Kyung pasti sudah membuat para bajingan itu tidak bisa bangun walau hanya untuk berdiri. Dan dia tidak perlu sampai mempermalukan diri kalah dihadapan berandal jalanan itu dan menambah lebam diwajahnya.

*****

“Sudah baikan?” itu kalimat pertama yang diucapkan pria dihadapannya setelah beberapa saat terdiam tanpa mengucapkan apapun.

Ji-Kyung hanya menjawabnya dengan mengguman, “Terima kasih telah menolongku.”

“Tidak masalah.” Doyoon—pria itu tersenyum manis, “Omong-omong kenapa orang-orang itu menyerangmu? Kau punya salah pada mereka?”

“Aku tidak mengenal mereka. Mereka tiba-tiba saja menyerangku tanpa alasan.” Ucap Ji-Kyung bohong. Mana mungkin ia menceritakan yang sebenarnya pada pria yang tidak ia kenal.

“Seorang gadis sangat berbahaya kalau berpergian seorang diri dimalam hari, kau tau?” Pria itu…bisa dilihat ada sebersik kekhawatiran dimatanya.

“Aku sudah biasa..,ah tidak. Maksudku aku hanya ingin membeli makanan untuk mengisi perut.” Bodoh! Hampir saja gadis itu salah bicara.

“Kau belum makan? Kebetulan aku membawa makanan,” Doyoon mengeluarkan sesuatu dari tasnya, “Ini makanlah.”

Kalau saja belanjaan yang tadi ia beli masih selamat, ia pasti sudah menolak pemberian pria didepannya ini. Tapi karena perutnya tidak bisa mentolenir perkataannya, jadi apa boleh buat. Ia harus menekan keras gengsi nya itu.

“Lalu kau?” hanya kalimat itu yang mampu keluar dari bibir Ji-Kyung.

“Aku sudah makan tadi.” Bohong. Pria itu bohong. Ia tidak ingin gadis yang sekarang tengah terbaring lemah di ranjang ini mati kelaparan akibat tidak makan apapun. Ditambah lagi ia sedang sakit sekarang.

Doyoon bisa membeli makanan nanti setelah selesai merawat gadis-nya ini. Gadisnya? Entah sejak kapan ia beranggapan bahwa Ji-Kyung adalah gadisnya. Orang yang telah mengisi hatinya selama 7 tahun terakhir. Dan itu tidak akan berubah sampai kapanpun.

Pria itu menatap Ji-Kyung yang kini sedang menikmati makanannya. Kenapa gadis itu tega membuat dirinya sendiri babak belur seperti ini? Kenapa ia tidak melawan dan menghabiskan berandal itu seperti tempo hari?

Benar. Saat kejadian tempo lalu itu, Doyoon melihat bagaimana sisi sebenarnya gadis ini. Gadis yang terlihat anggun dan feminim disekolah, disenangi banyak pria ini ternyata adalah gadis yang tomboy, memiliki jurus karate yang mengagumkan. Dan itu sama sekali tidak mengindahkan hatinya dari gadis itu. Ia menyukai semua yang ada pada gadis itu. Kelebihan dan kekurangannya.

“Kenapa melihatku seperti itu?” Ji-Kyung merasa risih juga dipandangi oleh pria itu terlalu lama.

Doyoon tersenyum dan mengulurkan tangannya, “Jang Doyoon.”

“Kim Ji-Kyung.” Ji-Kyung dengan ragu menjabat tangan Doyoon. Hei! Sepertinya nama itu tidak asing baginya.

“Apa kita pernah bertemu sebelumnya?”

*****

            Ji-Kyung duduk sendiri di sebuah bangku kayu diatap sekolah. Melihat pemandangan cantik dibawah sana. Sedikit tak fokus karena pikirannya sedang melayang-layang jauh. Err, atau lebih tepatnya sedang memikirkan pria yang sudah sebulan lebih bersamanya. Jang Doyoon.

Entahlah, dia hanya merasa nyaman jika bersama pria itu. Saat pria itu menemaninya ketika ia sakit, saat mereka bercanda bersama. Dan satu hal yang kini Ji-Kyung ketahui, pria itu ternyata satu sekolah dengannya. Pantas saja rasanya pernah bertemu.

Doyoon jenis pria yang periang sekaligus bisa menjadi moodboster bagi Ji-Kyung. Mungkin itulah yang menyebabkan Ji-Kyung merasa nyaman berada di dekat pria itu ditambah ia kini sudah bisa melupakan Jae Jin. Tapi imej anggun dan manisnya masih ia gunakan saat bersama Doyoon. Ia tidak ingin jika pria itu mengetahui sifat dirinya yang sebenarnya maka dia akan pergi dan menjauhi Ji-Kyung. Ia tidak ingin Doyoon pergi meninggalkannya. Apa ia menyukai pria itu?

Kenapa melamun?” Suara seseorang di belakangnya membuat Ji-Kyung tersentak kaget.

Ia menoleh dan mendapati pria itu sedang berjalan menuju arahnya dan mengambil tempat duduk disampingnya.

“Tidak apa.”

Hening. Mereka sama sekali tidak melanjutkan pembicaraan seperti biasanya. Entah karena sibuk dengan pikiran masing-masing atau sibuk menetralkan degup jantung yang semakin berdetak keras. Ada apa dengan dirinya?

“Aku…” Ucap mereka bersamaan setelah enam menit membisu. Persis seperti adegan dalam telenovela yang pernah ditonton Ji-Kyung.

Ia terkikik geli, “Kau duluan.”

“Tidak, kau saja.” Tolak Doyoon.

Aniyo.

“Baiklah aku duluan..,” Akhirnya Doyoon mengalah. Ia kembali terdiam beberapa saat. Sepertinya sibuk memikirkan kata yang cocok untuk diucapkan.

“Kau… maukah menjadi kekasihku?”

Seperti mendapat sengatan listrik bertegangan tinggi, Ji-Kyung hanya terpaku diam ditempat. Tidak bergerak sama sekali. Terlalu shock mendengar pernyataan yang dilontarkan pria dihadapannya ini. Apa dia serius?

“Aku tau ini sama sekali tidak romantis. Dan aku bukan termasuk pria yang dikategorikan seperti itu tapi aku bersungguh-sungguh dengan ucapanku ini. Aku ingin kau menjadi kekasihku. Bisakah?”

Ji-Kyung masih terdiam. Lidahnya kelu, tenggorokannya tercekat. Ia tidak menyangka Doyoon akan menyatakan cinta nya hari ini. Di situasi seperti ini. Apakah perasaan yang dialami pria ini sama dengannya?

“Aku… aku…”

“Ji-Kyung~a!!!” teriakan seorang gadis memotong ucapan Ji-Kyung. Gadis itu berlari kearahnya dengan nafas memburu.

“Gawat! Kau harus ikut aku sekarang!” kata Hyun-Hee panik.

Wae geurae? (Ada apa?)”

“Nanti kau akan tau. Kajja!” Hyun-Hee menarik lengan Ji-Kyung sebelum gadis itu hendak bertanya kembali. Doyoon memandang punggung kedua gadis itu dengan tatapan yang tak terjelaskan.

Mereka sampai di depan loker milik Ji-kyung yang sudah dikerumuni oleh banyak siswa. Terlihat sesuatu menempel di pintu loker tersebut yang membuat Ji-Kyung membulatkan matanya kaget. Apa-apaan ini?

‘KIM JI-KYUNG SI BERANDAL! GADIS SETAN MERAH SEKOLAH YANG TIDAK MEMPUNYAI ORANG TUA!!’

Ia semakin ternganga ketika melihat beberapa foto saat dirinya tengah berkelahi dengan para berandal sebulan silam. Ia tau siapa pelaku dibalik semua ini. Wanita itu.

Sial! Seharusnya ia cepat sadar apa yang akan dilakukan wanita licik itu begitu melihatnya secara terang-terangan mengajak Ji-Kyung berkelahi dengan berandal suruhannya ditempat umum.

Ji-Kyung mengepalkan tangannya erat-erat. Ingin rasanya ia menonjok wajah Hye-Jin sampai tak berbentuk lagi, mematahkan kakinya hingga ia tak bisa berjalan kembali. Sekarang ia yakin semua siswa kini tengah berbisik mengumamkan sesuatu tak jelas tentangnya.

Pada akhirnya semua kepalsuan ini terbongkar. Ia kini sudah tidak peduli lagi dengan imej manis dan anggun yang menjijikkan itu. Dipikirannya sekarang hanya bagaimana bisa memberikan pelajaran bagi wanita brengsek itu agar ia tidak lagi merecoki hidupnya.

Ji-Kyung berlari pergi meninggalkan Hyun-Hee yang terus berteriak memanggilnya. Ia harus menemui Hye-Jin. Dan ia tau dimana keberadaan wanita itu sekarang.

*****

            Doyoon berdiri tak jauh dari para kerumunan siswa dengan kedua tangan berada disaku celananya. Ia menggerakkan giginya menahan amarah. Ia lalu mengambil kertas dan beberapa foto yang tertempel diloker Ji-Kyung lalu merobeknya menjadi sobekan-sobekan kecil yang tak berbentuk.

Ia yakin kini perasaan yang dialami gadisnya itu pasti sama dengannya, atau bahkan melebihinya. Ia harus mencari gadis itu sebelum sesuatu yang buruk terjadi.

“Doyoon~a!” Doyoon menoleh dan melihat Minki berjalan mendekatinya. Ia bisa melihat jelas wajah Doyoon yang memerah menahan amarah.

“Kau harus segera mencarinya,” Saran Minki, “Jangan lupa berikan ini.” Ia memberikan sebuah kotak pada Doyoon yang dibalas dengan senyuman oleh pria itu. Bahkan saat sedang marahpun pria itu tetap menawan dengan hanya menyunggingkan senyum tipisnya.

“Semoga berhasil kawan!”

*****

            Ji-Kyung menatap wanita itu dengan sorot mata membunuh bagi siapapun yang melihatnya. Tapi hebat juga wanita itu tak gentar dengan tatapan mematikan miliknya.

“Apa yang kau mau sebenarnya?” Tanya Ji-Kyung dengan suara ditekan agar tidak berteriak sekeras mungkin.

“Apa maksudmu? Aku tidak mengerti.” Ucap Hye-Jin dengan wajah dipolos-poloskan membuat Ji-Kyung muak.

“Jangan basa basi denganku Kang Hye-Jin-ssi!” Sepertinya gertakan itu cukup membuat wanita itu tersentak.

“Baiklah,” Hye-Jin kembali menetralkan ekspresi wajahnya, “Aku hanya ingin memberimu sedikit pelajaran.”

BRAK!

“Brengsek!!” Ji-Kyung mendorong Hye-Jin hingga punggung wanita itu terbentur dinding. Ia lalu mencengkram kerah Hye-Jin kuat-kuat, “Apa salahku padamu huh? Kalau kau ingin aku menjauhi Jae Jin, aku sudah menurutinya. Dan maaf, aku tidak ada hubungan apapun dengan Jae Jin-mu itu.” Ucap Ji-Kyung menekan kata ‘Jae Jin-mu’.

“Aku bahkan merasa kasihan padamu, kenapa kau menghabiskan waktumu mengencaniku dan bukannya berusaha mendapatkan perhatian Jae Jin? Oh aku tau, apa karena kau bukan tipe wanita Jae Jin? Kau pasti sudah ditolak olehnya. Aku benar eo?”

Bingo! Wanita itu terdiam menatapnya tak suka. Itu suatu kenyataan yang Ji-Kyung suka. Mengetahui kelemahan lawan bukankah hal yang paling untung disaat terdesak seperti ini? Ji-Kyung mengeluarkan senyuman setannya. Ia menang kali ini.

Tap, tap, tap.

Ji-Kyung menoleh. Kakinya terasa lemas seketika. Persediaan oksigen diparu-parunya seakan menguar hilang hingga ia susah untuk menarik nafas. Doyoon—pria itu memandangnya dengan tatapan yang sulit diartikan. Kenapa? Kenapa saat ia akan menang melawan musuhnya ia harus bertemu dengan pria itu dan membuat semuanya berantakan?

Ji-Kyung perlahan melepaskan cengkraman tangannya dari kerah Hye-Jin lalu berlari menjauhi tempat itu. Ia sempat mendengar Doyoon berteriak memanggil namanya berulang kali. Ia tidak peduli. Sekarang ia sudah tidak memiliki siapa-siapa lagi.

Gadis itu sampai diatap sekolah. Ia tak menyangka ia akan berlari ketempat ini. Tempat dimana pria itu menyatakan cintanya padanya dan ia belum membalas perasaan pria itu. Lelehan air bening mengalir melewati pipinya. Ia sudah tidak bisa menahan air matanya lagi dan membiarkan semuanya keluar begitu saja. Ini untuk yang kedua kalinya ia menangis separah ini. Pertama saat orang tuanya bercerai, dan yang kedua saat ini.

Entah bagaimana ia akan menjalani semuanya kali ini, esok, dan seterusnya. Ia tidak bisa membayangkan jika ia akan dijauhi oleh teman-temannya seperti saat ia di sekolah dasar dulu. Ia terlalu takut memikirkannya.

Bodoh memang, seorang Kim Ji-Kyung si gadis setan merah yang tangguh dan kuat ternyata bisa terlihat mengenaskan dan serapuh ini dalam hal cinta.

*****

            Doyoon berjalan mendekati seorang wanita. Ia lalu memandang wanita ia dari atas sampai bawah.

“Kau bahkan tidak sebanding dengan Ji-Kyung.” Desis pria itu, “Apa yang membuatmu melakukan ini semua? Jae Jin si pria playboy itu?”

Doyoon mendekatkan bibirnya ketelinga wanita itu dan membisikkan sesuatu, “Kuingatkan padamu, jangan ganggu Ji-Kyung lagi. Dia milikku. Kau sudah salah besar mengira ia akan mendekati si playboy itu. Kau bebas mendapatkan pria itu sesukamu asal jangan recoki hidup Ji-Kyung lagi.”

“Atau… aku akan membuat Jae Jin menjauhimu selamanya.”

*****

            Ji-Kyung masih berdiri ditempat yang sama. Ia sangat enggan untuk meninggalkan tempat itu. Entahlah, sepertinya ia masih ingin berada disini lebih lama lagi.

Tiba-tiba sepasang tangan besar merengkuh bahunya, memeluknya dari belakang. Ji-Kyung sempat kaget karena ia sangat mengetahui pemilik tangan itu. Siapa lagi kalau bukan Doyoon.

“Lepaskan aku.” Pinta Ji-Kyung.

“Tidak.”

“Kau pasti sudah mengetahui yang sebenarnya. Iya kan?”

“Hmm.” Pria itu menjawab dengan menggumam pelan. Ia sibuk menikmati momen-momen ini. Merasakan suhu tubuh gadis itu, wangi rambut gadis itu yang khas, dan perasaan yang meledak-ledak dalam hatinya. Ia menyukai semuanya.

“Lalu kenapa masih mendekatiku?” Doyoon melepaskan pelukannya dan membalikkan tubuh Ji-Kyung hingga ia bisa melihat wajah gadisnya kini.

“Apa alasan aku harus menjauhimu?” Tanya Doyoon pelan, “Dengar, tidak peduli bagaimanapun latar belakangmu, kehidupanmu, dan apapun itu, aku tetap akan menyukaimu.”

Ji-Kyung memandang pria didepannya ini tanpa berkedip. Mencari kebohongan yang dibuat pria itu dari matanya namun ia tak melihat apapun selain ketulusan. Pria itu serius dengan ucapannya.

“Jadi bagaimana? Kau percaya padaku?”

“Belum sepernuhnya.” Jawab Ji-Kyung ringan. Walaupun ia ingin membalasnya dengan mengatakan ‘YA’ tapi seperti masih ada sesuatu yang disembunyikan pria itu darinya yang mengurungkan niatnya untuk mengatakan ‘YA’.

“Baiklah, bagaimana dengan ini?” Doyoon menyodorkan kotak yang ia pegang dari tadi pada Ji-Kyung, “Mungkin dengan kau melihat isinya kau bisa percaya sepenuhnya padaku.”

Ji-Kyung mengambil kotak itu dan langsung membuka isinya. Sebuah coklat dan setangkai bunga berwarna kuning terang. Bunga daffodil. Ji-Kyung memandang Doyoon yang hanya tersenyum manis membalasnya. Tidak perlu bertanya karna ia sudah mengetahui apa makna dari senyuman itu.

“Sejak kapan?” Gumam Ji-Kyung pelan. Masih belum percaya jika selama ini pengirim bunga misterius itu adalah Doyoon.

“Sejak kau meninggalkanku tanpa pamit 7 tahun yang lalu.”

7 tahun yang lalu? Bukankah itu….

“Jadi kau adalah….”

“Ya,” Doyoon memotong ucapan Ji-Kyung, “Aku orang yang selalu bersamamu saat keluargamu bercerai, aku orang yang kau tinggalkan tanpa mengucapkan apapun padaku, aku orang yang selalu mencarimu kemana-mana setelah kepergianmu pada hari itu.”

Sekali lagi, Ji-Kyung terkejut mendengar pengakuan pria ini. Ternyata pria ini adalah teman masa kecilnya dulu. Tetangganya. Juga si pria misterius yang selalu mengirimkan bunga daffodil untuknya. Dan sekarang menyatakan rasa sukanya pada Ji-Kyung. Adakah lagi kejutan yang lebih membuatnya shock daripada ini?

“Rick..,”

“Itu hanya nama kecilku. Namaku adalah Jang Doyoon.”

“Kenapa tidak langsung memberitahuku sebelumnya?” Ji-Kyung sedikit kesal. Kalau tau begini, tidak ada gunanya ia bersikap manis dan anggun di depan pria yang sudah hampir beberapa tahun bersamanya dulu. Sudah pasti jika pria itu sangat mengetahui bagaimana seorang Kin Ji-Kyung. Benar-benar memalukan.

“Aku hanya ingin mencari waktu yang pas. Dan lagi senang rasanya bisa melihatmu bersikap manis di depanku hahaha!” Pria itu tertawa renyah.

Ji-Kyung mengembungkaan pipinya kesal, “Aku seperti ini bukan karena kau!”

“Aku tau,” Seketika senyuman Doyoon memudar, “Karena pria itu, benar? Kau berubah karena Jae Jin kan?”

Ji-Kyung hanya terdiam. Ia merasa bersalah telah mengucapkan kalimat itu. Entah bagaimana ia bisa melihat ada sedikit kecemburuan yang tampak jelas diwajah pria itu.

“Untuk apa kau memaksakan dirimu bersikap manis dan berdandan kalau itu hanya akan membuatmu tersiksa?”

Doyoon lalu mengambil sebuah coklat yang berada dikotak itu, “Coklat ini,” katanya dan langsung membuka bungkusnya, “Chocolate Miel. Kau pernah dengar legenda tentang coklat ini? Siapapun yang memakannya pasti akan melupakan sakitnya patah hati.”

Ia lalu menyodorkannya tepat dimulut Ji-Kyung, “Jadi makanlah. Agar kau bisa melupakan semua rasa sakit dihatimu.”

Ji-Kyung dengan ragu mengambil coklat itu dan memasukkannya kedalam mulut. Mengunyahnya pelan. Rasanya sangat manis. Perasaannya kali ini sedikit lebih tenang setelah memakan coklat itu.

“Lalu bunga ini,” Kali ini Doyoon meraih bunga berwarna kuning terang itu, “Daffodil. Kau tau arti bunga ini?”

Ji-Kyung mengangguk, “Membuka semangat baru. Lupakan masa lalu dan semangatlah kembali. Aku benar kan?” Katanya mengutip perkataan Hyun-Hee waktu itu.

“Tepat.”

“Apa maksudmu aku harus melupakan Jae Jin dan kembali semangat menjadi diriku sendiri?” Tebak Ji-kyung penasaran. Ia telah lama memikirkan maksud dari bunga kuning itu.

“Nyaris tepat. Maksudku kau harus lupakan masa lalumu yang kelam. Jadilah seperti bunga ini yang selalu tumbuh dimusim semi yang cerah dengan warna yang terang.”

Doyoon memberikan bunga itu pada Ji-Kyung, “Sekaligus menjadi dirimu sendiri. Jangan pedulikan orang-orang yang beranggapan aneh tentangmu. Saat menjadi diri sendiri maka kau akan merasa nyaman.”

Ji-Kyung mengambilnya dan memandangi bunga itu. Dia benar. Bunga ini sekilas nampak biasa saja tapi saat kau tau apa arti bunga ini maka ia akan terlihat sangat istimewa.

“Jadi bagaimana? Aku sudah cukup romantis agar kau bisa membalas perasaanku. Iya kan?”

Hajiman…, (Tapi..,)” Gumam gadis itu lagi. masih ada satu hal yang mengganjal pikirannya, “Kenapa kau selalu memberikan bunga itu padaku pada hari rabu di pagi-pagi buta?”

“Kau tidak ingat? Hari itu adalah hari dimana kau pergi meninggalkan rumah tanpa pamit padaku. Aku hanya memberimu petunjuk tentang keberadaanku. Aku pikir kau mengetahuinya.”

“Aku bahkan lupa saat itu hari apa.” Kata Ji-Kyung polos. “Kau tau, saat aku pergi waktu itu kau adalah orang yang selalu aku rindukan.”

“Benarkah? Aku rasa dengan kalimat itu aku sudah mendapat jawaban dari pertanyaanku tadi hahaha.”

“Percaya diri sekali kau!” Ji-Kyung memukul lengan Doyoon keras.

“Aish, jangan memukuli ku. Apa kau rela jika lengan kekasihmu ini cedera akibat pukulanmu?” Sungut Doyoon.

“Ya sudah, kalau begitu mulai sekarang aku akan kembali menjadi gadis setan merah dan memukuli para berandal-berandal disana. Hahaha!” Ji-Kyung tertawa seram. Jika dalam kartun pasti sudah ada sepasang tanduk merah diatas kepalanya.

“Hei! Berjanjilah padaku kau tidak akan berkelahi dengan berandal-berandal itu dan membuat tubuhmu memar-memar nantinya, mengerti?” Kata Doyoon sedikit kesal. Ia tidak ingin tubuh gadisnya penuh luka seperti tempo lalu. Itu membuat hatinya sakit.

“Aku tidak janji. Hahahaha!!” Ji-Kyung berlari menjauhi pria itu sambil menjulurkan lidahnya.

“YA!!”

 

END

Gyaa!! Endingnya mengenaskan! Hahaha! Maafkan aku Agum, aku buat FF ini semalam suntuk. Rencananya kemarin malam mau post tapi gak jadi wkwkwk. Dan sekarang karena si Agum terus nanya-nanya tentang FF ini jadi baru sekarang bisa post. Maaf juga buat Jae Jin, dia numpang nama doang kkk~ Hyun-Hee sama Ren sedikit aku liatin dan lihat! Diendingnya bahkan Ji-Kyung belum ngebales perasaannya Doyoon ngahahaha! Kasian amat. Tapi udah pada tau kan sebenarnya perasaan mereka itu sama jadi gak perlu dijelasin lebih detail lagi 😀 Nanti yang ada malah nambah panjang dan gak bakal ada ujung-ujungnya #plak.

Buat Kim Ji-Kyung aku tunggu komenmu! Hahaha.